Menurut Yamin (2013 hal. 13), netralitas dapat juga diartikan dengan bersikap tidak memihak terhadap sesuatu apapun.Dalam konteks ini, netralitas diartikan sebagai tidak terlibatnya pegawai negeri sipil dalam pemilihan Kepala Daerah baik secara aktif maupun pasif.
Dasar Hukum Netralitas Aparatur Sipil Negara
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 E (1) (2) dan Pasal 18
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pilkada termasuk dalam kategori Pemilu, hal ini berarti bahwa Pilkada (Pemilu) merupakan sarana kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan kepala daerahnya sendiri secara otonom dan mandiri, terbukanya ruang public (public sphere) sebagai medsium partisipasi public untuk menyalurkan berbagai pendapat dan pikiran rakyat serta terbentunknya ruang/wahana untuk mengembangkan demokratisasi kehidupan sosial.
b. Undang-Undang Nomor 5 Pasal 6 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Berdasarkan pasal 2 hurf f, menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah “netralitas:. Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.
Berdasarkan Pasal 87 ayat (4) huruf b, menyatakan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak terhormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Berdasarkan Ketentuan pasal 119 dan pasal 123 ayat (3) sebagaimana telah dilakukan pengujian dan telah diputuskan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 41/PUU-XIII/2014 tanggal 6 Juli 2015 sehingga dimaknai “PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur. Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran duiri secara tertulis sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur. Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota. PNS yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut dijatuhi saksi hukuman disiplin