BANDUNG — Dalam era digitalisasi yang pesat, Indonesia menghadapi tantangan baru dari TikTok Shop, platform social commerce asal China yang mendominasi pasar social commerce di Indonesia. Selama tiga bulan pertama tahun 2023, TikTok Shop mencatat Gross Merchandise Value (GMV) sebesar $2,5 miliar, menciptakan gelombang dalam industri ini. Namun, langkah TikTok yang berencana menjual produk langsung dari produsen di China ke konsumen tanpa perantara, Project S, telah memicu debat panas tentang bagaimana Indonesia seharusnya menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi digital dan perlindungan kepentingan domestik.
Tantangan Global Bagi UMKM Lokal
Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 60 juta UMKM yang memainkan peran penting dalam perekonomian negara ini. Sebelum kedatangan TikTok Shop, pasar e-commerce di Indonesia sudah mengalami pertumbuhan pesat. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai $40 miliar pada 2022. Namun, banyak UMKM masih menghadapi kesulitan untuk bersaing di pasar digital yang semakin kompetitif ini.
Perlindungan Pasar Lokal
Pemerintah Indonesia merespons kehadiran TikTok Shop dengan pelarangan total mereka untuk beroperasi atau berdagang di Indonesia, membatasi mereka hanya untuk beriklan. Menurut Yulianto Suharto, salah satu dosen di SBM-ITB yang juga aktif di salah satu think tank di SBM ITB bernama Center for Innovation, Entrepreneurship and Leadership (CIEL), kebijakan yang cukup radikal dan kontroversial ini adalah untuk melindungi UMKM lokal, yang seringkali memiliki keterbatasan sumber daya dan modal untuk bersaing dengan perusahaan asing yang besar. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia menunjukkan bahwa UMKM menyumbang lebih dari 60% PDB Indonesia dan menciptakan hampir 97% dari lapangan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis : Yulianto Suharto
Editor : Dhardiana
Sumber Berita : Humas SBM-ITB
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya