Seperti masalah pekerja anak, buruh migran perempuan dan perkawinan anak di bawah umur, yang mana perlu ada pendekatan secara budaya.
“Perkawinan anak tidak lepas dari faktor budaya. Sebenarnya sudah ada aturan terbaru dimana usia muda minimal 19 tahun baru boleh menikah. Perlu kehadiran semua tokoh agama dan adat dan terus melakukan sosialisasi pencegahan,” jelasnya.
Jika komitmen bersama telah disepakati, maka perkawinan anak di bawah umur niscaya bisa dicegah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sanksi sosial yang juga diberikan, seperti upacara pernikahannya tidak akan dihadiri pejabat atau tokoh masyarakat setempat,” jelasnya.
Desa Ramah Perempuan
Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyebutkan desa ramah perempuan dan peduli anak dilaksanakan di 33 provinsi (minus DKI Jakarta) dengan 66 kabupaten. Setiap kabupaten memilih dua desa sebagai percontohan.
Pemilihan diprioritaskan kepada kepala daerah yang dipimpin perempuan, termasuk camat atau lurah perempuan. Tujuannya sekaligus untuk melihat sejauh mana keberhasilan seorang perempuan dalam memegang tampuk pimpinan.
“Tidak mengesampingkan peran pria. Sebab nantinya semua desa dan kelurahan harus ramah perempuan dan anak. Sebab kita juga maju karena dukungan dan bergandengan tangan dengan laki-laki,” tegasnya.
Desa ramah perempuan dan peduli anak dipilih karena mampu mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan desa, tata kelola pemerintah desa, pembinaan dan pemberdayaan perempuan yang dilakukan terencana, menyeluruh dan berkelanjutan. Jika berhasil maka akan direplikasi ke desa lain di wilayahnya.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya