BANDUNG – Tingkat kematian hewan ternak yang terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK), sangat rendah tapi tinggi pada anak ternak. Namun, kecepatan penyebarannya, sangat berbahaya.
Hal itu diungkapkan Rochadi Tawaf dari Divisi Pertanian dan Ketahanan Pangan (PKP) Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Prov Jawa Barat, pada acara Jabar Punya Informasi (Japri) di gedung Sate kota Bandung belum lama ini.
Rochadi mengingatkan bila hewan ternak tidak dijaga dari paparan penyakit infeksi yang menyerang kuku dan mulut itu, maka produktivitas hewan tersebut akan rendah walaupun sudah sembuh.
“Jawa Barat kan provinsi konsumen, hanya memiliki sedikit kemampuan untuk memproduksi daging dan susu. Jadi, ternaknya harus dijaga,” ujar dia.
Menurut Rochady, yang dikhawatirkan dari penyakit PMK adalah pada sapi perah, karena ternak ini dipelihara untuk jangka waktu yang panjang.
Walaupun sudah sembuh dari PMK, kata Rochady produksi susunya akan turun sampai 25 persen.
Padahal, Jawa Barat sedang berupaya untuk kembali menjadi juara produk susu di tingkat nasional.
“Dengan kembali mewabahnya penyakit infeksi PMK, jadi kendala dalam meningkatkan produk susu Jawa Barat,” ungkapnya.
Sementara untuk sapi potong, Rochadi mengusulkan ternak yang mengidap PMK dimusnahkan Atau Stamping Out seperti yang dilakukan oleh beberapa negara.
Jika hanya mengandalkan penyembuhan dan vaksinasi seperti sekarang ini, butuh waktu panjang untuk mengatasi wabah PMK.
“Pengalaman di beberapa negara yang menerapkan stamping out, penanganan PMK bisa lebih pendek hanya satu sampai dua tahun. Namun untuk itu, dibutuhkan biaya besar,” pungkasnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya