Ketiga, hadits riwayat Al-Baihaqi dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak—ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai standar keshahihan hadits menurut Imam Muslim”—. Hadits ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
Artinya, “Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebenarnya ada hadits lain, yaitu:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ
Artinya, “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu: ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”
Namun Imam Anb-Nawawi menilai hadits ini adalah hadits yang batil dan tidak dapat dijadikan hujah. (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 356).
Sederhannya, kesimpulan sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in, bahwa orang berpuasa perlu ditekankan untuk menjaga lisannya dari segala yang haram, semisal berbohong, mengunjing dan mencaci maki. Karena hal tersebut dapat menghilangkan pahala puasanya. Pendapat ini berdasarkan hadits-hadits shahih di atas dan pendapat ini merupakan pendapat Ashabus Syafi’i. Berbeda dengan Ashab Syafi’i, Imam Al-Adzra’i mengatkan bahwa seseorang yang melakukan hal tersebut ia tetap mendapatkan pahala puasanya dan baginya dosa kemaksiatannya itu.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya